Menu
PAGUYUBAN KELUARGA DJUWENI

Membangun Rumah Tangga dengan penuh ketentraman

Begitu banyak orang yang merindukansebuah rumah tanggayangteramat indah, harmonis, bahagia, dan penuh dengan pesona cinta. Setiap orang yang berumah tangga menurutAhmadi Sofyan,pastilah mengharapkan ketenangan dan ketentraman. Suami istriyang disatukan dalam ikatan pernikahan, tentulah mendambakan rumah tangganya penuh ketentraman, aman, bahagia, dan selalu dalam keharmonisan. Rumah tangga yang semacam ini tentulah akan melahirkan generasiyang baik dan menyejukkan hati.

Untuk mewujudkan hal itu, Ahmadi Sofyan memberikan 6 langkah yang harus ditempuh. Pertama, rumah tangga teladan adalah rumah tangga yang suci, bersih, dan dihuni oleh orang-orang yang mencintai kesucian, karena mereka mengetahui bahwa Allah mencintai orang-orang yang senantiasa menampakkan rumahnya dalam keadaan bersih dan indah. Ini mereka lakukan karena menyadari bahwa Allah mencintai keindahan dan kebersihan adalah bagian dari keimanan seseorang.

Kedua, Rumah tangga teladan adalah rumah tangga yang dibangun berdasarkan kaidah-kaidah kebijkaksanaan, yakni berupa ketentraman, cinta, kasih sayang, terlepas dari kegaduhan dan kekerasan, tidak ada suara-suara kasar, dan tidak ada pula yang membuat teriakan-teriakan yang menyakitkan hati istri/suami dan anak-anaknya.

Ketiga, rumah tangga teladan memberikan perhatian yang sangat tinggi terhadap tumbuh kembangnya sang anak. Anak adalah amanah. Oleh karena itu kedua orangtuanya senantiasa memperhatikan pendidikan anak-anaknya, terutama pendidikan agama sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an dan sabda Rasulullah dalam Hadis.“Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat ketika berusia 7 tahun. Pukullahmereka jika tidak mengerjakan shalat setelah berusia 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”

Keempat, rumah tangga teladan adalah yang penghuninya bahu membahu membantu dan berbagi tugas di antara seluruh penghuninya. Semuanya dilakukan sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian masing-masing. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara yang besar dan kecil. Sebab Rasulullah telah memberikan teladan yang baik. Walau sibuk sebagai pemimpin Negara dan pemimpin umat, Rasulullah mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dengan tangannya senjdiri, seperti memperbaiki sandalnya yang rusak, memeras susu kambing, menggendong dan mengasuh anaknya, dan sebagainya.

Menurut K.H.Abdullah Gymnastiar, rumah tangga dapat menjadi tempat ketentraman bathindan ketenangan jiwa. Dengan begitu, ketika suami sudah berlumur keringat, bersimpah peluh setelah bekerja keras, ia merindukan untuk pulang ke rumah. Kenapa? Karena baginya rumah tangga adalah sumber ketenangan dan ketentraman yang tidak akan diperoleh dalam hiruk pikuknya kehidupan di tempat lain.

Demikian pula sepatutnya seorang anak, begitu merindukan untuk pulang ke rumah, karena di sana ia akan dapati ibu dan ayahnya yang mampu menyejukkan hatinya bagai air pelepas dahaga. Sepatutnya pula seorang istri selalu merasa aman, nyaman, dan tentram berada di rumah untuk menikmati perjumpaan dengan suami dan anggota keluarganya. Mereka telah sepakat menjadikan rumah sebagai pusat ketentraman bathin dan ketenanan jiwa.

Namun kenyataannya, tidak sedikit yang terjadi di masyarakat, banyak suami yang enggan pulang ke rumahnya sendiri hanya karena setiap memasuki rumah, yang dirasakannya adalah ketidaknyamanan lantaran sikap istri dan anggota keleuarga lainnya yang tidak bersahabat.

Demikian pula dengan anak-anak, yang keluyuran, enggan pulang ke rumah karena tidak mendapatkan ketentraman ketika berada di rumah. Bahkan ada juga istri-istri yang lebih sibuk mengutamakan kegiatan di luar rumah, karena tidak bisa merasakan kenyamanan dan ketentraman hati di rumah yang menjadi tanggung jawabnya.

Kenapa semua itu bisa terjadi? Padahal kalau diperhatikan secara seksama, rumah sudah lapang, harta sudah cukup berlimpah, kedudukan penghuni rumahnya cukup tinggi, status sosialnya juga cukup dihormati, Lantas kenapa harus terjadi seperti itu?

Sesungguhnyaketentraman dan ketenangan jiwa itu hanya akan dirasakan dengan satu-satunya jalan, yaitu firman Allah dalam Al-Qur’an, “Alaa bidzikrillahi tathmainnul quluub.” Hati akan menjadi tenang dan tentram jika mengingat nama Allah.

Dengan kata lain, rumah tangga yang dibangun tanpa mengingat nama Allah, tanpa mengenal Allah, tidak taat pada perintah Allah, maka sebanyak apa pun harta yang dimiliki, setinggi apa pun jabatan dan status sosial yang disandang, tidak akan bisa membeli ketentraman danketenangan jiwa. Sesungguhnya dunia beserta isinya ini tidak akan pernah cocok dengan hati. Dia hanya akan cocok untuk kebutuhan lahiriah belaka.

Oleh karenanya, rumah tangga yang penuh berkah adalah rumah tangga yang tujuannya karena Allah, rumah tangga yang hari-harinya diisi dengan kesungguhan untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang hartanya didapatkan di jalan Allah dan dia menafkahkannya ke jalan Allah, yang rumahnya disukai oleh Allah, yang isi rumahnya tidak membuat kemurkaan Allah.

Rumah tangga yang menjadikan Allah sebagai tujuan, pegangan, tempat bergantung, yang dibuktikan dengan ketaatan pada perinta Allah dan Rasulnya. Rumah tangga seperti inilah yang benar-benar akan merasakan ketentraman hati dan ketenangan jiwa.

Sesungguhnya hidup ini adalahmilik Allah. Dialah yang menguasai semua jalan kebahagiaan dan semua jalan kebaikan. Dunia itu tertutup kecuali bagi orang-orang yang selalu berusaha mendekatkan diri dan dekat kepada Allah SWT.

“Untuk itu pastikan rumah tangga kita menjadi rumah tangga yang ahli sujud, rumah tangga yang taat pada ketentuan Allah, rumah tangga yang dihiasi dengan berdzikir kepada Allah, rumah tangga yang selalu rindu untuk memperkokoh kemuliaan hidup di sunia, terutama kemuliaan di hadapan Allah SWT.”

Kompasiana.com

Tidak ada komentar